Flyover di Samarinda hanya tinggal mimpi. Kejelasan pembangunan proyek untuk mengurai kemacetan ibukota Kalimantan Timur ini belum jelas kapan akan dimulai. Photo: Ist
|
mySAMARINDA.com - 19/01/2014 18:08 WITA
Janji Pemprov Kaltim untuk membangun flyover (jalan layang) di kawasan Sungai Dama sebagai solusi untuk memecah kemacetan hingga kini belum terealisasi. Untuk hal ini, wajar jika Pemkot Samarinda merasa di PHP-in (pemberi harapan palsu) Pemprov Kaltim.
Seperti diketahui, pada pertengahan 2013 lalu, janji semu itu sempat mencuat kala konsultan-konsultan ternama diberi kesempatan memaparkan hasil rancangan dan perencanaan flyover yang akan melintas di atas Jl Otto Iskandardinata (Otista) hingga Jl Sultan Sulaiman, Sambutan itu. Mulai dari yang berkonsep sederhana hingga yang muluk-muluk, semua diberi kesempatan dengan durasi waktu yang sama.
Optimisme tinggi pun diusung Syaharie Jaang dan jajarannya. Mimpi untuk mewujudkan flyover di Samarinda hampir menjadi kenyataan. Dengan dukungan finansial yang kuat, Pemprov Kaltim diprediksi tidak akan kesulitan untuk memulai pembangunan dan menyelesaikan proyek tersebut tepat waktu. Apalagi, flyover itu nantinya akan diintegritaskan dengan jalan tol Balikpapan-Samarinda yang merupakan proyek ambisius Pemprov Kaltim.
Entah memang hanya ingin mengumbar janji manis belaka atau ada instruksi yang tidak dijalankan, yang jelas saat ini kondisinya bertolak belakang. Melalui Plt Sekprov Kaltim, Rusmadi, bahwa tidak ada anggaran flyover ke dalam APBD Kaltim. Informasi ini jelas membuat jajaran Pemkot Samarinda galau. Bagaimana mungkin, angan-angan mengurai kemacetan di ibukota Kaltim langsung berubah dalam sekejap.
Pemprov telah membuat Pemkot bimbang. Semuanya jadi tidak menentu. Semuanya menjadi runyam. Memang tidak dianggarkannya flyover ke dalam APBD Kaltim bukan akhir dari segalanya. Tapi Pemkot sudah kepalang basah koar-koar kalau flyover di Otista tidak ada masalah. Sudah sesumbar kalau Pemprov akan membiayai pembangunan megaproyek tersebut. Masih ada jalan memang untuk mewujudkan flyover di Otista, tapi tentu tidak dalam waktu dekat. Bisa saja lima tahun lagi, atau 10 tahun lagi atau mungkin 50 tahun lagi.
Maket rencana pembangunan flyovver di kota Samarinda. Photo: Ist
|
Bagi Pemrov, flyover bukanlah proyek yang sangat mendesak untuk membenahi berbagai masalah di Kota Samarinda seperti kemacetan. Samarinda, bagi Pemprov, masih memiliki banyak pekerjaan rumah (PR) yang perlu diberesi terlebih dahulu. Ibarat anak, Samarinda memang memiliki banyak kemauan. Memiliki banyak ambisi. Sebagai orang tua, Pemprov Kaltim harus bijak menturuti semua keinginan sang anak. Kalau asal menturuti, bukannya menjadi anak yang baik, tapi justru membuat Samarinda menjadi anak manja. Layaknya anak manja, mentalnya pun bermasalah.
Semua menjadi serba instan. Semua ingin serba cepat. Tanpa ingin berporses. Tak ingin kerja keras, kecuali langsung mau menikmati hasilnya. Padahal, pelajaran dasarnya saja belum dikuasai, tapi sudah ingin minta ini-itu. Kalau dicontoh, Pemkot Samarinda hanya anak seumuran sekolah dasar yang sudah minta dibelikan kendaraan roda empat. Permintaan yang ingin dikabulkan bukan soal fungsinya, tapi lebih karena alasan gengsi. Memang pengandaian yang kita ambil mungkin sangat berlebihan. Tapi tengok saja, proyek-proyek mendasar di Kota Samarinda yang justru masih belum beres.
Jalan-jalan masih banyak yang rusak. Drainase juga seperti itu, masih banyak yang dangkal. Parkir liar di sembarang tempat dapat dengan mudah ditemui. Belum lagi masalah itu diatasi, Samarinda sudah minta dibangunkan flyover. Alasannya untuk memecah kemacetan.
Dari data yang dibeberkan Pemprov Kaltim, bantuan keuangan yang dikucurkan provinsi untuk Samarinda juga tidak terserap maksimal. Hingga September baru 25 persen anggaran yang sudah cair dari sekitar Rp 300 miliar subsidi keuangan Pemprov untuk Pemkot. Ahasil, daya serap APBD Kota Samarinda secara keseluruhan juga bermasalah. Anggaran untuk mengatasi banjir di kota ini juga tidak terpakai.
Uang sebanyak Rp 650 miliar terkesan sia-sia. Karena faktanya, sampai sekarang banjir justru semakin meluas di Samarinda, dan beberapa proyek penanggulangan banjir tidak ada progressnya. Kalau sudah begini, wajar saja jika Pemprov menunda permintaan Pemkot untuk membangun flyover di Samarinda. Bukannya tidak sayang kepada anak, tapi ini bentuk pendidikan agar ke depan Samarinda bisa lebih bijak dan maksimal memanfaatkan anggaran.
Kalau permintaanya ditolak, Pemkot pun jangan lantas ngambek, merasa di-PHP-in, atau merasa tidak dianggap. Pemkot harusnya bisa introspeksi, melihat masalah ke dalam dan tidak mencari kambing hitam di balik lambannya setiap progress pembangunan.
Bagi masyarakat Samarinda, flyover memang perlu untuk memecah kemacetan. Tapi masyarakat jelas menginginkan adanya suasana kota yang bersih, baik dan terbebas dari ancaman banjir. So, lebih baik membereskan banjir dulu atau bereskan macet??? (@arrahmanamin)
|