Data Badan Pusat Statistik (BPS) Kaltim menerangkan bahwa 41 persen dari total menyeluruh penduduk Kaltim merupakan pendatang. Photo: Ist
|
mySAMARINDA.com - 21/07/2015 14:52 WITA
Serbuan para pendatang yang ingin mengais rezeki di Kota Samarinda setelah lebaran tampaknya masih menjadi tradisi tiap tahunnya. Ibukota Kalimantan Timur itu masih tampak jadi primadona meski dicap sebagai kota kedua termiskin di Kaltim.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Kaltim 2013 silam, 36.600 warga Samarinda masuk dalam golongan keluarga miskin. Hal ini ditambah dengan angka pengangguran yang mencapai 26.424 orang. Namun, harapan meraup rupiah di ibukota Kaltim itu tetap menjadi magnet bagi para pendatang.
"Pendatang banyak datang dari Sulawesi dan Jawa Timur. Di Samarinda kebanyakan menyerap pekerja di sektor jasa, seperti perdagangan, perhotelan, rumah makan dan angkutan," papar Kepala Tata Usaha BPS Kaltim, Acmad Zaini.
Kualifikasi pekerja di Samarinda sendiri terbagi dalam dua sektor yakni formal dan nonformal. "Biasanya yang datang seusai Idulfitri bersama kerabat dan keluarganya itu kebanyakan bekerja di sektor nonformal. Ya, tidak masalah selama tidak menganggur dan tidak menjadi beban pemerintah," timpal pengamat tata kota, Warsilan.
Dalam pengamatannya, Warsilan juga menerangkan penyebaran pendatang saat ini tak hanya berpusat di tengah kota. "Kalau dulu banyak pendatang menetap di kawasan Kampung Jawa, Kelurahan Bandara dan Sidomulyo, sekarang pendatang menyebar ke kawasan lempake, Sempaja dan Palaran," tambahnya.
Banyaknya perantauan mengadu nasib ke Kota Tepian tak lepas dari banyaknya proyek pemerintah di sektor pembangunan rentang waktu bulan Agustus dan September mendatang.
Angka pendatang semakin bertambah, jika disaat kontrak kerja pendatang itu berakhir, mereka justru memilih menetap di Samarinda karena tergiut dengan upah di Samarinda yang lebih tinggi dibanding tempat asal mereka.
"Jadi jangan heran, banyak pekerja kasar dan pedangan umumnya adalah pendatang. Kemiskinan hanya soal malas saja. Pendatang atau penduduk asli kalau malas ya jadi pengangguran dan miskin," pungkas Achmad Zaini. (*/AHS)
|